Nama : Ayu Sulistya
Kelas : 4EB24
NPM : 21212296
ETHICAL
GOVERNANCE
Ethical Governance (Etika
Pemerintahan) adalah Ajaran untuk berperilaku yang baik dan benar sesuai dengan
nilai-nilai keutamaan yang berhubungan dengan hakikat manusia. Dalam Ethical
Governance (Etika Pemerintahan) terdapat juga masalah kesusilaan dan kesopanan
ini dalam aparat, aparatur, struktur dan lembaganya. Kesusilaan adalah
peraturan hidup yang berasal dari suara hati manusia. Suara hati manusia
menentukan perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk, tergantung pada
kepribadian atau jati diri masing-masing. Kesusilaan berasal dari ethos dan
esprit yang ada dalam hati nurani. Sanksi yang melanggar kesusilaan adalah
batin manusia itu sendiri, seperti penyesalan, keresahan dan lain-lain. Saksi
bagi mereka yang melanggar kesopanan adalah dari dalam diri sendiri, bukan
dipaksakan dari luar dan bersifat otonom. Kesopanan adalah peraturan hidup yang
timbul karena ingin menyenangkan orang lain, pihak luar, dalam pergaulan sehari-hari
bermasyarakat, berpemerintahan dan lain-lain. Kesopanan dasarnya adalah
kepantasan, kepatutan, kebiasaan, keperdulian, kesenonohan yang berlaku dalam
pergaulan (masyarakat, pemerintah, bangsa dan negara). Kesopanan disebut pula
sopan santun, tata krama, adat, costum, habit.
A. GOVERNANCE
SYSTEM
Governance System merupakan sebuah
tata kekuasaan yang terdapat di dalam perusahaan. Adapun unsur-unsur yang
membentuk Governance System yang tidak dapat terpisahkan yaitu :
·
Commitment
on Governance
Adalah sebuah komitmen untuk menjalankan perusahaan yang
dalam hal ini adalah bidang perbankan berdasarkan prinsip kehati-hatian
berdasarkan peraturan perundang-perundangan yang berlaku.
·
Governance
Structure
Adalah struktur kekuasaan berikut
persyaratan pejabat yang ada di bak sesuai dengan yang dipersyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
·
Governance
Mechanism
Adalah pengaturan mengenai tugas,
wewenang dan tanggung jawab unit dan pejabat bank dalam menjalankan bisnis dan
operasional perbankan.
·
Governance
Outcomes
Adalah hasil dari pekerjaan baik dari aspek hasil kinerja
maupun acra-cara/praktek-praktek yang digunakan untuk mencapai hasil pekerjaan
B.
BUDAYA ETIKA
Gambaran
mengenai perusahaan, mencerminkan kepribadian para pimpinannya Budaya etika
adalah perilaku yang etis. Penerapan budaya etika dilakukansecara top-down.
Langkah-langkah penerapan :
1. Penerapan Budaya
Etika Corporate Credo : Pernyataan
ringkas mengenai nilai-nilai yang dianut dan ditegakkan perusahaan.
Komitmen Internal :
·
Perusahaan
terhadap karyawan
·
Karyawan
terhadap perusahaan
·
Karyawan
terhadap karyawan lain.
Komitmen Eksternal:
·
Perusahaan
terhadap pelanggan
·
Perusahaan
terhadap pemegang saham
·
Perusahaan
terhadap masyarakat
2. Penerapan Budaya Etika
Program Etika : Sistem yang
dirancang dan diimplementasikan untuk mengarahkan karyawan agar melaksanakan
corporate credo.
Contoh : audit etika Kode Etik
Perusahaan
Lebih dari 90% perusahaan membuat
kode etik yang khusus digunakan perusahaan tersebut dalam melaksanakan
aktivitasnya.
Contoh : IBM membuat IBM’s Business
Conduct Guidelines (Panduan Perilaku Bisnis IBM).
C. MENGEMBANGKAN
STRUKTUR ETIKA KORPORASI
Semangat
untuk mewujudkan Good Corporate Governance memang telah dimulai di Indonesia,
baik di kalangan akademisi maupun praktisi baik di sektor swasta maupun
pemerintah. Berbagai perangkat pendukung terbentuknya suatu organisasi yang
memiliki tata kelola yang baik sudah di stimulasi oleh Pemerintah melalui UU
Perseroan, UU Perbankan, UU Pasar Modal, Standar Akuntansi, Komite Pemantau
Persaingan Usaha, Komite Corporate Governance, dan sebagainya yang pada
prinsipnya adalah membuat suatu aturan agar tujuan perusahaan dapat dicapai
melalui suatu mekanisme tata kelola secara baik oleh jajaran dewan komisaris,
dewan direksi dan tim manajemennya. Pembentukan beberapa perangkat struktural
perusahaan seperti komisaris independen, komite audit, komite remunerasi,
komite risiko, dan sekretaris perusahaan adalah langkah yang tepat untuk
meningkatkan efektivitas “Board Governance”.
Dengan
adanya kewajiban perusahaan untuk membentuk komite audit, maka dewan komisaris
dapat secara maksimal melakukan pengendalian dan pengarahan kepada dewan
direksi untuk bekerja sesuai dengan tujuan organisasi. Sementara itu,
sekretaris perusahaan merupakan struktur pembantu dewan direksi untuk menyikapi
berbagai tuntutan atau harapan dari berbagai pihak eksternal perusahaan seperti
investor agar supaya pencapaian tujuan perusahaan tidak terganggu baik dalam
perspektif waktu pencapaian tujuan ataupun kualitas target yang ingin dicapai.
Meskipun belum maksimal, Uji Kelayakan dan Kemampuan (fit and proper test) yang
dilakukan oleh pemerintah untuk memilih top pimpinan suatu perusahaan BUMN
adalah bagian yang tak terpisahkan dari kebutuhan untuk membangun “Board
Governance” yang baik sehingga implementasi Good Corporate Governance akan
menjadi lebih mudah dan cepat.
1.
Pengertian
GCG
Mencuatnya
skandal keuangan yang melibatkan perusahaan besar seperti Enron, WorldCom,
Tyco, Global Crossing dan yang terakhir AOL-Warner, menuntut peningkatan
kualitas Good Corporate Governance (GCG), Soegiharto (2005:38) dalam Pratolo
(2007:7). Istilah GCG secara luas telah dikenal dalam dunia usaha. Berikut ini
adalah beberapa pengertian GCG :
a.
Menurut
Hirata (2003) dalam Pratolo (2007:8), pengertian “CG yaitu hubungan
antara perusahaan dengan pihak-pihak terkait yang terdiri atas pemegang saham,
karyawan, kreditur, pesaing, pelanggan, dan lain-lain. CG merupakan mekanisme
pengecekan dan pemantauan perilaku manejemen puncak”.
b.
Menurut
Pratolo (2007:8), “GCG adalah suatu sistem yang ada pada suatu organisasi yang
memiliki tujuan untuk mencapai kinerja organisasi semaksimal mungkin dengan
cara-cara yang tidak merugikan stakeholder organisasi tersebut”.
c.
Tanri
Abeng dalam Tjager (2003:iii) menyatakan bahwa “CG merupakan pilar utama
fondasi korporasi untuk tumbuh dan berkembang dalam era persaingan global,
sekaligus sebagai prasyarat berfungsinya corporate leadership yang efektif”.
d.
Zaini
dalam Tjager (2003:iv) menambahkan bahwa “CG sebagai sebuah governance system
diharapkan dapat menumbuhkan keyakinan investor terhadap korporasi melalui
mekanisme control and balance antar berbagai organ dalam korporasi, terutama
antara. Dewan Komisiaris dan Dewan Direksi”. Secara sederhananya, CG diartikan
sebagai suatu sistem yang berfungsi untuk mengarahkan dan mengendalikan
organisasi.
2.
Prinsip-prinsip
dan Manfaat GCG
Prinsip-prinsip
GCG merupakan kaedah, norma ataupun pedoman korporasi yang diperlukan dalam
sistem pengelolaan BUMN yang sehat. Berikut ini adalah prinsip-prinsip GCG yang
dimaksudkan dalam Keputusan Menteri BUMN Nomor: Kep-117/M-MBU/2002 tentang
penerapan praktek GCG pada BUMN.
a.
Transparansi
keterbukaan dalam melaksanakan
proses pengambilan keputusan dan keterbukaan dalam mengemukakan informasi
materiil dan relevan mengenai perusahaan. Contohnya mengemukakan informasi
target produksi yang akan dicapai dalam rencana kerja dalam tahun mendatang,
pencapaian laba.
b.
Kemandirian
suatu keadaan di mana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/ tekanan
dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Misalnya pada perusahaan ini
sedang membangun pabrik, tetapi limbahnya tidak bertentangan dengan UU
lingkungan yg dapat merugikan piha lain.
c.
Akuntabilitas
kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban organ sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara
efektif. Misalnya seluruh pelaku bisnis baik individu maupun kelompok tidak
boleh bekerja asal jadi, setengah-setengah atau asal cukup saja, tetapi harus
d.
Pertanggungjawaban
kesesuaian di dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. Contohnya dalam hal ini Komisaris,
Direksi, dan jajaran manajemennya dalam menjalankan kegiatan operasi perusahaan
harus sesuai dengan kebijakan yang telah ditetapkan.
e.
Kewajaran
(fairness)
keadilan dan kesetaraan di dalam
memenuhi hak-hak stakeholder yang timbul berdasarkan perjanjian dan peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Misalnya memperlakukan rekanan sebagai mitra,
memberi perlakuan yang sama terhadap semua rekanan, memberikan pelayanan yang
terbaik bagi pelanggan/pembeli, dan sebagainya.
D. KODE
PERILAKU KORPORASI
Pengelolaan
perusahaan tidak dapat dilepaskan dari aturan-aturan main yang selalu harus
diterima dalam pergaulan sosial, baik aturan hukum maupun aturan mora atau
etika. Perilaku perusahaan secara nyata tercermin pada perilaku pelaku
bisnisnya. Dalam mengatur perilaku inilah, perusahaan perlu menyatakan secara
tertulis nilai-nilai etika yang menjadi kebijakan dan standar perilaku yang
diharapkan atau bahkan diwajibkan bagi setiap pelaku bisnisnya. Pernyataan dan
pengkomunikasian nilai-nilai tersebut dituangkan dalam Kode Perilaku Korporasi.
E.
EVALUASI TERHADAP KODE PERILAKU
KORPORASI
Dalam setiap Kode Perilaku
Korporasi, adanya evaluasi terhadap kode perilaku korporasi juga sangat
diperlukan, agar segala kegiatan yang telah dilakukan apakah sudah dijalankan
sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Berikut ini langkah yang harus
dilakukan dalam evaluasi terhadap kode perilaku korporasi, yaitu :
·
Pelaporan
pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
·
Sanksi
atas pelanggaran Kode Perilaku Korporasi
Disamping itu pengelola Good
Corporate Governance bekerjasama dengan pengelola Audit Internal untuk memantau
pelaksanaan Tata Kelola Perusahaan yang diimplementasikan diseluruh jajaran
Perusahaan atau dengan sistim Self Assesment.
SUMBER :
Contoh
Kasus Ethical Governance
Kasus Bernard Madoff, yang
mengguncangkan dunia ketika ia diberitakan menyerahkan diri dan mengaku bahwa
telah melakukan fraud sebesar 50 miliar atau setara dengan Rp550 trilyun, yang
menjadikannya fraud terbesar sepanjang sejarah. Skema penipuan yang dilakukan
Madoff ini adalah berupa skema investasi, dimana ia menjanjikan return tertentu
bagi investornya. Padahal kenyataannya, investasinya tidak menguntungkan, dan
serupa dengan sistem money game atau gali lubang tutup lubang, dimana investor
dibayar dengan setoran dari investor baru.
Pihak yang menjadi korban Madoff
tidak tanggung-tanggung, yakni institusi-institusi finansial seperti HSBC,
Fortis, BNP Paribas, Royal Bank of Scotland yang terpaksa menelan kerugian
miliaran Dollar dari fraud ini. Mengapa ini bisa terjadi? Hal ini terjadi
karena kepercayaan terhadap figur dan reputasi seseorang (Madoff) menjadikan
banyak institusi lalai melakukan manajemen risiko terhadap investasinya.
Kemudian Satyam, yang dijuluki
dengan Enron India, karena kasus yang mirip, yakni melakukan manipulasi
terhadap laporan keuangan, mulai dari melaporkan pendapatan yang jauh lebih
besar dari aktual, pencatatan kas yang sebagian besar fiktif, serta pengakuan
utang yang jauh lebih kecil. Kasus ini merupakan contoh absennya good corporate
governance dan gagal terdeteksi oleh auditor dan regulator.
SUMBER :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar