Nama : Ayu Sulistya
Kelas : 2EB24
NPM : 21212296
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak sekali macam – macam hukum
dalam aspek hukum ekonomi. Dengan adanya hukum-hukum tersebut, kita jadi banyak
tahu tentang apa saja hukum yang ada dalam aspek hukum ekonomi. Salah satu
hukum yaitu hukum perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu
orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau
lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena
menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal
dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik
dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk
itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan
dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.
BAB II
RUMUSAN MASALAH
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai hukum perjanjian
antara lain meliputi persoalan :
1. Apa pengertian dari hukum perjanjian ?
2. Apa saja syarat-syarat yang terdapat dalam hukum perjanjian?
3. Bagaimana cara melaksanakan sebuah perjanjian ?
BAB III
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
Hukum Perjanjian
Menurut Kitab Undang Undang Hukum
Perdata. Perjanjian menurut Pasal 1313
Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu
perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu
orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan,
karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan
di bawah ini:
a. Hanya
menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau
lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b. Kata
perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c. Pengertian
perjanjian terlalu luas
d. Tanpa
menyebut tujuan
e. Ada
bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f. Ada
syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah
ini:
·
syarat ada persetuuan kehendak
·
syarat kecakapan pihak- pihak
·
ada hal tertentu
·
ada kausa yang halal
2.
Syarat
– Syarat Sah Hukum Perjanjian
Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu
tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut
ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :
·
Terdapat kesepakatan antara dua pihak
·
Kedua pihak mampu membuat sebuah
perjanjian
·
Terdapat suatu hal yang dijadikan
perjanjian
·
Hukum perjanjian dilakukan atas sebab
yang benar
Selain poin diatas, sebuah perjanjian
dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut
ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan :
1.
Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti bahwa
pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur
2.
Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus dibuat
oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan
hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak
– anak, orang cacat, dll
3.
Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus
bersifat nyata / tidak fiktif
3.
Macam
– Macam Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian
internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement.
Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun
antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam
perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam
perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud
subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional,
terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan
obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan
masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan
budaya.
a. Perjanjian
Internasional Bilateral
Perjanjian
Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya
terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi
internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral
bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua
pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau
pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga
perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum
positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua
pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama
baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau
ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b. Perjanjian
Internasional Multilateral
Perjanjian
Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian
itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang
dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang
bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak
perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal
yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak
yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi
sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan
perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya
semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki
corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian
itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum
internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut,
tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks
negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara
di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja.
Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang
membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam
perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini
cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara
umum atau universal.
4.
Saat
lahirnya perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya
perjanjian mempunyai arti penting bagi :
- kesempatan penarikan kembali penawaran;
- penentuan resiko;
- saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
- menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan
Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang
dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya
konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang
diperjanjikan.
Pada umumnya
perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud
konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara
para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan
persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa
yang disepakati.
Mariam Darus
Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang
disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak
yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima
penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi
pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan
kontrak/perjanjian.
Ada beberapa
teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a. Teori
Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut
teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis
surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain
menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b. Teori
Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut
teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak.
Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c. Teori
Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui
isinya oleh pihak yang menawarkan.
d. Teori
penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut
teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak
peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok
adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang
dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan perjanjian
Pengertian
pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu
pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya
wanprestasi dari debitur. Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
·
Perjanjian harus bersifat timbale balik
(bilateral)
·
Harus ada wanprestasi (breach of
contract)
·
Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan
Perjanjian
Yang dimaksud
dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban
yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai
tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan
penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan
penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih
dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu
baru kemudian pembayaran.
BAB IV
PENUTUP
Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang lain atau lebih. Jadi, pada intinya tidak akan ada
kesepakatan yang mengikat seseorang dengan orang lain jika tidak ada perjanjian
yang disepakati oleh masing-masing pihak. Dengan secara garis besar hukum
perjanjian akan sah didepan hukum jika memenuhi syarat sahnya yaitu sebagai
berikut :
·
Terdapat kesepakatan antara dua belah
pihak yang dibuat berdasarkan kesadaran dan tanpa ada tekanan dari pihak
manapun
·
Kedua belah pihak mampu membuat
perjanjian dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang
bisa membatalkan perjanjian
·
Terdapat suatu hal yang dijadikan
sebagai objek yang jelas yang dapat dipertanggung jawabkan
·
Hukum perjanjian dilakukan berdasarkan
atas sebab yang benar sebagai niat baik dari kedua belah pihak
DAFTAR PUSTAKA