Senin, 21 April 2014

BAB 5 HUKUM PERJANJIAN (TUGAS SOFTSKILL)

Nama : Ayu Sulistya
Kelas : 2EB24
NPM : 21212296


BAB I
PENDAHULUAN

Dewasa ini banyak sekali macam – macam hukum dalam aspek hukum ekonomi. Dengan adanya hukum-hukum tersebut, kita jadi banyak tahu tentang apa saja hukum yang ada dalam aspek hukum ekonomi. Salah satu hukum yaitu hukum perjanjian.
Perjanjian adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.Pengertian ini mengundang kritik dari banyak ahli hukum, karena menimbulkan penafsiran bahwa perjanjian tersebut yang bersifat sepihak, padahal dalam perjanjian harus terdapat interaksi aktif yang bersifat timbal balik dikedua belah pihak untuk melaksanakan hak dan kewajiban masing-masing. Untuk itu secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling mengikatkan diri satu sama lain.

BAB II
RUMUSAN MASALAH
Di dalam makalah ini akan membahas mengenai hukum perjanjian antara lain meliputi persoalan :
1.      Apa pengertian dari hukum perjanjian ?
2.      Apa saja syarat-syarat yang terdapat dalam hukum perjanjian?
3.      Bagaimana cara melaksanakan sebuah perjanjian ?



BAB III
PEMBAHASAN

1.      Pengertian Hukum Perjanjian
Menurut Kitab Undang Undang Hukum Perdata. Perjanjian  menurut Pasal 1313 Kitab Undang Undang Hukum Perdata berbunyi : “Suatu Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih”. Ketentuan pasal ini sebenarnya kurang begitu memuaskan, karena ada beberapa kelemahan. Kelemahan- kelemahan itu adalah seperti diuraikan di bawah ini:
a.       Hanya menyangkut sepihak saja, hal ini diketahui dari perumusan, “satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya”.
b.      Kata perbuatan mencakup juga tanpa consensus
c.       Pengertian perjanjian terlalu luas
d.      Tanpa menyebut tujuan
e.       Ada bentuk tertentu, lisan dan tulisan
f.       Ada syarat- syarat tertentu sebagai isi perjanjian, seperti disebutkan di bawah ini:
·         syarat ada persetuuan kehendak
·         syarat kecakapan pihak- pihak
·         ada hal tertentu
·         ada kausa yang halal
2.      Syarat – Syarat Sah Hukum Perjanjian
Hukum adalah sebuah system yang menetapkan suatu tingkah laku yang diperbolehkan, dilarang, atau yang harus dikerjakan. Berikut ini syarat sah hukum perjanjian yang penting dicatat, yaitu :
·         Terdapat kesepakatan antara dua pihak
·         Kedua pihak mampu membuat sebuah perjanjian
·         Terdapat suatu hal yang dijadikan perjanjian
·         Hukum perjanjian dilakukan atas sebab yang benar
Selain poin diatas, sebuah perjanjian dapat dilaksanakan apabila telah memenuhi dasar dan syarat – syaratnya. Berikut ini merupakan syarat sah sebuah perjanjian yang harus diperhatikan :
                                                            1.      Keinginan Bebas dari Pihak Terkait
Yang berarti bahwa pihak – pihak yang terlibat tidak dalam unsur
                                                            2.      Kecakapan dari Pembuat Perjanjian
Perjanjian harus dibuat oleh pihak – pihak yang secara hukum dianggap cakap untuk melakukan tindakan hukum. Contoh yang tidak cakap dalam melakukan tindakan hukum antara lain anak – anak, orang cacat, dll
                                                            3.      Ada Objek yang diperjanjikan
Perjanjian harus bersifat nyata / tidak fiktif

3.      Macam – Macam Hukum Perjanjian Internasional
Perjanjian  internasional pada hakekatnya merupakan suatu tujuan atau agreement. Bentuk perjanjian internasional yang dilakuka antarbangsa maupun antarorganisasi internasional ini tidak harus berbentuk tertulis. Dalam perjanjian internasional ini ada hukum yang mengatur perjanjian tersebut. Dalam perjanjian internasional terdapat istilah subjek dan obyek. Yang dimaksud subjek perjanjian internasional adalah semua subjek hukum internasional, terutama negara dan organisasi internasional. Sedangkan yang dimaksud dengan obyek hukum internasional adalah semua kepentingan yang menyangkut kehidupan masyarakat internasional, terutama kepentingan ekonomi, sosial, politik, dan budaya.

a.       Perjanjian Internasional Bilateral
Perjanjian Internasional yang jumlah peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalamnya terdiri atas dua subjek hukum internasional saja (negara dan / atau organisasi internasional, dsb). Kaidah hukum yang lahir dari perjanjian bilateral bersifat khusus dan bercorak perjanjian tertutup (closed treaty), artinya kedua pihak harus tunduk secara penuh atau secara keseluruhan terhadap semua isi atau pasal dari perjanjian tersebut atau sama sekali tidak mau tunduk sehingga perjanjian tersebut tidak akan pernah mengikat dan berlaku sebagai hukum positif, serta melahirkan kaidah-kaidah hukum yang berlaku hanyalah bagi kedua pihak yang bersangkutan. Pihak ketiga, walaupun mempunyai kepentingan yang sama baik terhadap kedua pihak atau terhadap salah satu pihak, tidak bisa masuk atau ikut menjadi pihak ke dalam perjanjian tersebut.
b.      Perjanjian Internasional Multilateral
Perjanjian Internasional yang peserta atau pihak-pihak yang terikat di dalam perjanjian itu lebih dari dua subjek hukum internasional. Sifat kaidah hukum yang dilahirkan perjanjian multilateral bisa bersifat khusus dan ada pula yang bersifat umum, bergantung pada corak perjanjian multilateral itu sendiri. Corak perjanjian multilateral yang bersifat khusus adalah tertutup, mengatur hal-hal yang berkenaan dengan masalah yang khusus menyangkut kepentingan pihak-pihak yang mengadakan atau yang terikat dalam perjanjian tersebut. Maka dari segi sifatnya yang khusus tersebut, perjanjian multilateral sesungguhnya sama dengan perjanjian bilateral, yang membedakan hanya dari segi jumlah pesertanya semata. Sedangkan perjanjian multilateral yang bersifat umum, memiliki corak terbuka. Maksudnya, isi atau pokok masalah yang diatur dalam perjanjian itu tidak saja bersangkut-paut dengan kepentingan para pihak atau subjek hukum internasional yang ikut serta dalam merumuskan naskah perjanjian tersebut, tetapi juga kepentingan dari pihak lain atau pihak ketiga. Dalam konteks negara, pihak lain atau pihak ketiga ini mungkin bisa menyangkut seluruh negara di dunia, bisa sebagian negara, bahkan bisa jadi hanya beberapa negara saja. Dalam kenyatannya, perjanjian-perjanjian multilateral semacam itu memang membuka diri bagi pihak ketiga untuk ikut serta sebagai pihak di dalam perjanjian tersebut. Oleh karenanya, perjanjian multilateral yang terbuka ini cenderung berkembang menjadi kaidah hukum internasional yang berlaku secara umum atau universal.

4.      Saat lahirnya perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai arti penting bagi :
  • kesempatan penarikan kembali penawaran;
  • penentuan resiko;
  • saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa;
  • menentukan tempat terjadinya perjanjian.
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1) BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa perjanjian/kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus/sepakat dari para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan.
Pada umumnya perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus/sepakat adalah pertemuan kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang dikatakan memberikan persetujuannya/kesepakatannya (toestemming), jika ia memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak. Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie).
Jadi pertemuan kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak/perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
a.       Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
b.      Teori Pengiriman (Verzending Theori).
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan tanggal lahirnya kontrak.
c.       Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
d.      Teori penerimaan (Ontvangtheorie).
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya kontrak.
5.      Pembatalan dan Pelaksanaan Perjanjian
Pembatalan perjanjian
Pengertian pembatalan dalam uraian ini mengandung dua macam kemungkinan alasan, yaitu pembatalan karena tidak memenuhi syarat subyektif, dan pembatalan karena adanya wanprestasi dari debitur. Pembatalan dapat dilakukan dengan tiga syarat yakni:
·         Perjanjian harus bersifat timbale balik (bilateral)
·         Harus ada wanprestasi (breach of contract)
·         Harus dengan putusan hakim (verdict)
Pelaksanaan Perjanjian
Yang dimaksud dengan pelaksanaan disini adalah realisasi atau pemenuhan hak dan kewajiban yang telah diperjanjikan oleh pihak- pihak supaya perjanjian itu mencapai tujuannya. Pelaksanaan perjanjian pada dasarnya menyangkut soal pembayaran dan penyerahan barang yang menjadi objek utama perjanjian. Pembayaran dan penyerahan barang dapat terjadi secara serentak. Mungkin pembayaran lebih dahulu disusul dengan penyerahan barang atau sebaliknya penyerahan barang dulu baru kemudian pembayaran.


BAB IV
PENUTUP

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang lain atau lebih. Jadi, pada intinya tidak akan ada kesepakatan yang mengikat seseorang dengan orang lain jika tidak ada perjanjian yang disepakati oleh masing-masing pihak. Dengan secara garis besar hukum perjanjian akan sah didepan hukum jika memenuhi syarat sahnya yaitu sebagai berikut :
·         Terdapat kesepakatan antara dua belah pihak yang dibuat berdasarkan kesadaran dan tanpa ada tekanan dari pihak manapun
·         Kedua belah pihak mampu membuat perjanjian dalam keadaan stabil dan tidak dalam pengawasan pihak tertentu yang bisa membatalkan perjanjian
·         Terdapat suatu hal yang dijadikan sebagai objek yang jelas yang dapat dipertanggung jawabkan
·         Hukum perjanjian dilakukan berdasarkan atas sebab yang benar sebagai niat baik dari kedua belah pihak



DAFTAR PUSTAKA





Tidak ada komentar:

Posting Komentar