- Ayu Sulistya (21212296)
- Dewi syarah (21212964)
- Lenny Kurniasih (24212178)
- Nila Susanti (25212325)
- Nur Indah Mumpuni Dwi Rahma (28212365)
Minggu ke-10
1.
Sebutkan
langkah- langkah perusahaan dalam merekrut karyawan, pegawai !
Cara Merekrut Karyawan
Umumnya, para pengusaha pasti akan
menyebarkan informasi bahwa bisnis yang sedang dijalankannya sedang membutuhkan
tenaga tambahan. Menjaring wajah baru bisa melalui beragam cara. Contohnya,
melalui iklan, perusahaan pencari tenaga kerja, lembaga pendidikan, organisasi
buruh, dan sebagainya. Perusahaan juga memilih lebih dari satu metode,
tergantung dari situasi dan kondisi yang terjadi saat itu. Mana yang lebih
efektif.
Dengan pertimbangan tertentu, beberapa
pengusaha mengaku lebih suka mengambil tenaga kerja dari lingkungan sekitar
mereka. Salah satu pertimbangannya, lokasi dan keamanan perusahaan. Jika
karyawan bermukim di belasan bahkan puluhan kilometer dari tempatnya bekerja,
tentu saja akan menggerus upah untuk ongkos transportasi. Apalagi perusahaan
yang buka 24 jam dan menerapkan sistem kerja berdasarkan shift, bila tidak
didukung oleh tenaga kerja dari lingkungan sekitar tentu akan kerepotan saat
mereka bekerja di shift malam.
Beberapa pengusaha juga mencari karyawan
hasil rekomendasi dari sahabat dan kerabat terdekat. Informasi dari mulut ke
mulut, juga biasanya lebih tepat sasaran, karena kualitas dan kriteria sudah
terbukti dan ada penjamin dari si pemberi rekomendasi. Sebab, mau tak mau si
pemberi rekomendasi ikut bertanggung jawab dengan kinerja si pekerja. Selain
itu, ongkosnya lebih ngirit, karena tidak mengeluarkan biaya untuk beriklan di
koran.
·
Menentukan Kriteria
Apa yang perlu diperhatikan soal kualifikasi
pegawai? Banyak pengusaha UKM yang tak mengharuskan karyawannya mengantongi
ijazah perguruan tinggi. Siapapun orangnya, asal punya keistimewaan dan
keterampilan di bidangnya, bekerja bagus, mau belajar, jujur, dan loyal itu
sudah cukup. Yang diutamakan keahlian ketimbang pendidikan formal.
Karakter karyawan juga perlu. Persoalan
karakter ini jadi penting, terutama untuk pekerjaan yang berhubungan dengan
uang. Misalnya, untuk bagian penagihan atau keuangan. Jika si karyawan tukang
tilap, tagihan bisa “hilang mendadak” karena duitnya dipakai duluan.
Bagi pengusaha di bidang pelayanan atau jasa
seperti bengkel motor mobil, selain keterampilan, prestasi di bangku sekolah
juga menjadi ukuran. Biasanya dicari lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK
yang dulu bernama STM). Selain itu, calon karyawan juga melalui tes psikologi,
tes IQ, tes teknis, dan tes wawancara. Penetapan syarat yang sedemikian itu
ternyata tak melunturkan minat para pelamar.
·
Merencanakan Pelatihan
Setelah mendapat karyawan baru, yang harus
dipikirkan kemudian ialah melatihnya. Ada yang menyebutnya sebagai masa magang
karyawan, atau masa kontrak. Tujuannya untuk mengenalkan dan memahamkan karyawan
baru terhadap bidang yang akan mereka geluti. Kendati penting, sejumlah
perusahaan meniadakan kegiatan ini.
Bagi pengusaha, pelatihan ini bisa menjadi titik awal menilai
kinerja karyawan. Umumnya, ada eveluasi di setiap periode tertentu. Pengusaha berhak
menilai perilaku, tanggung jawab, penghargaan terhadap pekerjaan, absensi, dan
kompetensi. Jika sesuai dengan standar, artinya karyawan berhak untuk tinggal
di perusahaan tersebut. Sebaliknya, calon karyawan harus rela cabut karena
dinyatakan tidak lulus.
Menurut pengalaman para pengusaha, tak sulit menentukan si karyawan
anyar berhak menjadi karyawan tetap atau tidak. Kita cukup melihat performa
selama enam bulan hingga satu tahun. Jika selama menjalani masa percobaan si
calon karyawan tersebut tidak pernah mendapat peringatan, teguran, atau tidak
melakukan kesalahan, berarti si pengusaha tidak salah pilih orang.
2. Sebutkan
apa yang dimaksud dengan outshorching dan bagaimana perkembangannya di
indonesia !
Outsourcing dalam bahasa inggris terdiri dari dua kata, yakni out dan
sourcing . Sourcing berarti mengalihkan kerja, tanggung jawab dan
keputusan kepada orang lain. Sedangkan dalam bahasa Indonesia, Outsourcing berarti
alih daya. Dalam dunia bisnis, outsourcing atau alih daya dapat diartikan
sebagai penyerahan sebagian pelaksanaan pekerjaan yang sifatnya non-core atau
penunjang oleh suatu perusahaan kepada perusahaan lain. Kedua perusahaan
melalui perjanjian pemborongan pekerjaan atau penyediaan jasa pekerja atau
buruh. Namun, pada realita sistem kerja outsourcing dalam dunia usaha di
Indonesia dilaksanaan tidak hanya oleh perusahaan non-core, tetapi
juga dilaksanaan oleh perusahaan core (produksi).
Outsourcing (Alih Daya) diartikan sebagai pemindahan atau pendelegasian
beberapa proses bisnis kepada suatu badan penyedia jasa, dimana badan penyedia
jasa tersebut melakukan proses administrasi dan manajemen berdasarkan
definisi serta kreteria yang telah disepakati oleh para pihak (Sjahputra,
2009). Dalam hukum ketenagakerjaan di Indonesia sistem kerja outsourcing
diartikan sebagai pemborongan pekerjaan dan penyediaan jasa tenaga kerja
pengaturan hukum outsourcing (Alih Daya).
Perjanjian kerja dalam outsourcing
berbentuk hubungan kerja antara perusahaan dan pekerja atau buruh yang
diatur dalam perjanjian kerja secara tertulis. antar antar perusahaan penerima
pekerjaan dengan pekerja atau buruh yang dipekerjakan. Perjanjian tertulis
berdasarkan pada PKTW (Perjanjuan Kerja Waktu Tertentu) sesuai dengan ketentuan
dan persyaratan yang diberlakukan. Apabila ketentuan sebagai badan hukum
dan/atau tidak dibuatnya perjanjian secara tertulis tidak dipenuhi, demi hukum
status hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan penerima pemborongan
beralih menjadi hubungan kerja antara pekerja dengan perusahaan pemberi
pekerjaan (Sistem kerja outsourcing di Indonesia, 2010). Hal itu, menyebabkan
hubungan kerja beralih antara pekerja dengan perusahaan pemberi kerja, dapat
berupa waktu tertentu atau untuk waktu tidak tertentu, tergantung pada bentuk
perjanjian kerjanya semula (Pasal 64 dan 65 Undang-Undang No. 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan).
Pada
beberapa kejadian, tercatat pekerja kontrak yang dipasok oleh penyedia jasa outsourcing
oleh perusahaan non-core untuk pekerjaan tanpa memperhatikan jenjang
karir. Seperti office boy , security, dan sebagainya. Namun,
sekarang justru outsourcing masuk di berbagai lini kegiatan perusahaan.
Praktik outsourcing di Indonesia kini semakin mengalami kontroversi.
Karena dinilai menguntungkan perusahaan, namun sistem ini justru merugikan
untuk pekerja atau buruh. Selain tidak ada jenjang karier yang jelas, pada
beberapa kejadian gaji pekerja atau buruh juga dipotong oleh perusahaan inti
dan pekerja atau buruh tidak tahu besaran gaji potongan yang diberlakukan.
Aksi penolakan sistem kerja outsourcing muncul dimana-mana. Hal ini
dilatarbelakangi bahwa dilatar belakangi sistem ini berdasarkan dengan konsep
kapitalisme modern yang akan memba/wa kesengsaraan bagi pekerja atau buruh, dan
memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi pengusaha untuk
mendominasi hubungan industrial dengan perlakuan-perlakuan kapitalis. Menurut
Karl Marx ,hal ini dikatakan mengeksploitasi pekerja atau buruh.
Tuntutan penghapusan sistem kerja outsourcing datang bertubi-tubi tidak hanya
dari kelompok pekerja atau buruh saja. Namun, dari pemerhati masalah
ketenagakerjaan seperti Prabowo Subianto yang pernah meminta agar sistem kerja
outsourcing untuk dihapuskan. Menurutnya, sistem ini kurang manusiawi karena
mengeksploitasi pekerja atau buruh. Tuntutan penghapusan juga disampaikan oleh
beberapa komunitas, seperti: Aliansi Buruh Menggugat (ABM) dan Front Perjuangan
Rakyat (FPR) pada saat peringatan Hari Buruh Sedunia ( May day) Tahun
2008 di Bundaran Hotel Indonesia, telah melontarkan isu “Hapuskan Sistem
Kontrak dan Outsourcing ”.
Setelah sistem kerja outsourcing diberlakukan dan banyak menuai kontroversi,
pemerintah sebagai lembaga yang berwenang dalam menentukan peraturan dan hokum
justru memberi perlindungan dan tanggung jawab yang dinilai masih kurang bagi
pekerja atau buruh. Pemerintah dinilai kurang memperhatikan pekerja atau buruh outsourcing
karena pemerintah tidak mengimbanginya dengan membuat peraturan dan
perlindungan hukum yang selayaknya bagi para pekerja atau buruh outsourcing.
Sedangkan Kebijakan dalam bidang ketenagakerjaan ( employment policy )
baik pada tataran lokal maupun nasional dirasa kurang mengarah pada upaya-upaya
memberi rasa aman ( social protection ) pada pekerja atau buruh. Employment
policy justru mengarah pada upaya pemerintah untuk menjadikan pekerja atau
buruh sebagai bagian dari mekanisme pasar dan komponen produksi yang memiliki
nilai jual (terkait upah murah) bagi para investor. Seperti berbagai undang-undang
dan keputusan Menakertrans dalam UU Ketenagakerjaan No. 13 tahun 2003 (pasal
64, 65 dan 66), Kepmenakertrans RI No.Kep.101/Men/VI/2004 Tahun 2004 tentang
Tata Cara Perjanjian Perusahaan Penyedia Jasa Pekerja atau buruh, dan
Kepmenakertrans RI No. 220/Men/X/2004 tentang Syarat-syarat Penyerahan Sebagai
Pelaksanaan Pekerjaan Kepada Perusahaan lain adalah hukum yang mengatur
ketenagakerjaan dengan sistem kerja outsourcing (Alih Daya). Ke depan,
pemerintah sebagai pemegang kekuasaan ( stake holder ) mampu memberi
peraturan dan perlindungan yang tepat untuk pekerja atau buruh outsourcing ,
atau menghapus sistem kerja outsourcing .
Ada tiga perjanjian kerja bersama, yaitu :
•Closed Shop Agreement
Hanya berlaku bagi pekerja yang telah bergabung
menjadi anggota serikat
•Union shop Agreement
Mengaharuskan para pekerja untuk menjadi anggota
serikat untuk periode waktu terentu
•Open Shop Agreemen
Memberikan kebebasan pekerja untuk menjadi atau
tidak anggota serikat kerja
Sumber hukum perburuhan adalah sumber hukum
material dan sumber hukum formil.