Kelas : 2EB24
NPM : 21212296
BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar
Belakang
Di
era yang modern ini, seiring dengan berjalannya waktu banyak pelaku usaha tidak
mengetahui cara bersaing yang sehat sehingga muncullah persaingan-persaingan
yang tidak sehat dan pada akhirnya timbul praktek monopoli.
Dengan
adanya pratek monopoli pada suatu bidang tertentu, berarti terbuka kesempatan
untuk mengeruk keuntungan yang sebesar-besarnya bagi kepentingan kantong
sendiri. Praktek monopoli sendiri diartikan yaitu pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
1.2.Rumusan
masalah
1. Apa
pengertian dari monopoli ?
2. Apa
saja Asas dan Tujuan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat ?
3. Sanksi
apa saja yang diberikan jika ada yang melakukan praktek monopoli ?
BAB II
PEMBAHASAN
1. Pengertian
Monopoli
murni adalah bentuk organisasi pasar dimana terdapat perusahaan tunggal yang
menjual komoditi yang tidak mempunyai subtitusi sempurna. Perusahaan itu
sekaligus merupakan industri dan menghadapi kurva permintaan industri yang
memiliki kemiringan negatif untuk komoditi itu.
“Antitrust”
untuk pengertian yang sepadan dengan istilah “anti monopoli” atau istilah
“dominasi” yang dipakai masyarakat Eropa yang artinya juga sepadan dengan arti
istlah “monopoli” Disamping itu terdapat istilah yang artinya hampir sama yaitu
“kekuatan pasar”.
Dalam
praktek keempat kata tersebut, yaitu istilah “monopoli”, “antitrust”, “kekuatan
pasar” dan istilah “dominasi” saling dipertukarkan pemakaiannya.
Menurut UU
no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Anti Monopoli )
Sementara
yang dimaksud dengan “praktek monopoli” adalah suatu pemusatan kekuatan ekonomi
oleh salah satu atau lebih pelaku yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan
atau pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan suatu
persaingan usaha secara tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Sesuai dalam Pasal 1 ayat (2) Undang-Undang Anti Monopoli.
Kita dapat
mengetahui bagimana kondisi yang memungkinkan timbulnya monopoli. Berikut
adalah penjelasannya:
- Perusahaan bisa menguasai seluruh penawaran bahan
baku yang diperlukan untuk memproduksi komoditii itu. Sebagai contoh,
hingga perang dunia II, Alcoa memiliki atau menguasai hampir setiap sumber
bauksit(bahan baku yang penting untuk memproduksi alumunium) di AS dan
dengan mempunyai monopoli penuh atau produksi aluminium di Amerika
Serikat.
- Perusahaan bisa memiliki paten yang menghalangi
perusahaan lain untuk memproduksi komoditi yang sama. Sebagai contoh,
ketika kertas kaca [ertama kali diperkenalkan, DuPont mempunyai kekuasaan
monopoli untuk produksinya berdasarkan hak paten.
- Monopoli bisa ditetapkan melalui pemrintah. Dalam
hal ini, perusahaan tesebut ditetapkan sebagai produsen dan penyalur
tunggal barang atau jasa tetapi tunduk pada pengendalian pemerintah dalam
aspek-aspek tertentu dari operasinya.
- Pada beberapa industri, hasil yang meningkat atas
sekala produksi bisa dijalankan pada berbagai rentang output yang cukup
besar agar hanya membiarkan satu perusahaan untuk memproduksi output
ekuibrium industri. Industri ini disebut “monopoli alamiah” dan biasa
terdapat dalam bidang kepentingan umum dan transportasi, dalam kasus ini
yang biasa dilakukan pemerintah adalah mengizinkan 1 pelaku monopoli itu
beroperasi tetapi harus tunduk pada pengendalian pemerintah. Misalnya
saja, tarif listrik di kota New York ditetapkan agar Con Edison mendapat
“tingkat penghasilan yang normal”(misalnya 10% sampai 15%) dari
investasinya.
Peraturan
monopoli dengan pengendalian harga yaitu dengan menetapkan harga maksimum pada
tingkat dimana kurva SMC memotong kurva D,pemerintah dapat mendorong perusahaan
monopoli itu untuk meningkatkan output sampai tingkat yang harus diproduksi
industri jika diatur menurut batas persaingan sempurna. Peraturan ini juga
mengurangi keuntungan perlu monopoli itu.
Peraturan
lump-sum yaitu dengan membebankan pajak lump-sum (seperti pajak izin usaha
ataupun pajak keuntungan), pemerintah dapat mengurangi atu bahkan menghilangkan
keuntungan perusahaan monopoli tanpa mengurangi harga komoditi atau output.
Peraturan
monopoli dengan pajak per-unit yaitu pemerintah mengurangi keuntungan monopoli
dengan membebankan pajak per-unit. Akan tetapi dalam kasus ini perusahaan
monopoli dapat mengalihkan sebagian beban pajak per-unit kepada para konsumen,
dalam bentuk harga yang lebih tinggi dan output yang lebih kecil.
Persaingan
monopolistis, yaitu merupakan organisasi pasar dimana terdapat banyak
perusahaan yang menjual komoditi yang hampir serupa tetapi tidak sama. Beberapa
contoh persaingan monopolistis adalah tempat pemangkas rambut, pompa bensin,
toko bahan pangan, toko minuman keras, toko obat dan sebagainya yang terletak
sangat berdekatan satu sama lain.
2.
Asas dan Tujuan Anti Monopoli dan Persaingan Usaha
Tidak Sehat
Tujuan yang
terkandung di dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, adalah sebagai berikut :
- Menjaga kepentingan umum dan meningkatkan
efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan
kesejahteraan rakyat
- Mewujudkan iklim usaha yang kondusif melalui
pengaturan persaingan usaha yang sehat, sehingga menjamin adanya kepastian
kesempatan berusaha yang sama bagi pelaku usaha besar, pelaku usaha
menengah, dan pelaku usaha kecil.
- Mencegah praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat yang ditimbulkan oleh pelaku usaha.
- Terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam
kegiatan usaha.
3.
Kegiatan yang Dilarang
Kegiatan
yang dilarang berposisi dominan menurut pasal 33 ayat 2.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Posisi dominan adalah keadaan di mana pelaku usaha tidak mempunyai pesaing yang berarti di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan pangsa pasar yang dikuasai, atau pelaku usaha mempunyai posisi tertinggi di antara pesaingnya di pasar bersangkutan dalam kaitan dengan kemampuan keuangan, kemampuan akses pada pasokan atau penjualan, serta kemampuan untuk menyesuaikan pasokan atau permintaan barang atau jasa tertentu.
Menurut
pasal 33 ayat 2 ” Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan menguasai
hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.” Jadi, sektor-sektor ekonomi
seperti air, listrik, telekomunikasi, kekayaan alam dikuasai negara tidak boleh
dikuasai swasta sepenuhnya
4.
Perjanjian yang Dilarang Anti Monopoli dan Persaingan
Usaha Tidak Sehat
- Oligopoli: keadaan pasar dengan produsen dan
pembeli barang hanya berjumlah sedikit, sehingga mereka atau seorang dari
mereka dapat mempengaruhi harga pasar.
- Penetapan harga: dalam rangka penetralisasi
pasar, pelaku usaha dilarang membuat perjanjian, antara lain:
- Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga atas barang dan atau jasa yang harus dibayar oleh
konsumen atau pelanggan pada pasar bersangkutan yang sama
- Perjanjian yang mengakibatkan pembeli yang harus
membayar dengan harga yang berbeda dari harga yang harus dibayar oleh
pembeli lain untuk barang dan atau jasa yang sama
- Perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya untuk
menetapkan harga di bawah harga pasar
- Perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan
bahwa penerima barang dan atau jasa tidak menjual atau memasok kembali
barang dan atau jasa yang diterimanya dengan harga lebih rendah daripada
harga yang telah dijanjikan.
- Pembagian wilayah: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang bertujuan untuk membagi
wilayah pemasaran atau alokasi pasar terhadap barang dan atau jasa.
- Pemboikotan: Pelaku usaha dilarang untuk membuat
perjanjian dengan pelaku usaha pesaingnya yang dapat menghalangi pelaku
usaha lain untuk melakukan usaha yang sama, baik untuk tujuan pasar dalam
negeri maupun pasar luar negeri.
- Kartel: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha pesaingnya yang bermaksud untuk mempengaruhi harga
dengan mengatur produksi dan atau pemasaran suatu barang dan atau jasa.
- Trust: Pelaku usaha dilarang membuat perjanjian
dengan pelaku usaha lain untuk melakukan kerja sama dengan membentuk
gabungan perusahaan atau perseroan yang lebih besar, dengan tetap menjaga
dan mempertahankan kelangsungan hidup tiap-tiap perusahaan atau perseroan
anggotanya, yang bertujuan untuk mengontrol produksi dan atau pemasaran
atas barang dan atau jasa.
- Oligopsoni: Keadaan dimana dua atau lebih pelaku
usaha menguasai penerimaan pasokan atau menjadi pembeli tunggal atas barang
dan/atau jasa dalam suatu pasar komoditas.
- Integrasi vertical: Pelaku usaha dilarang membuat
perjanjian dengan pelaku usaha lain yang bertujuan untuk menguasai
produksi sejumlah produk yang termasuk dalam rangkaian produksi barang dan
atau jasa tertentu yang mana setiap rangkaian produksi merupakan hasil
pengelolaan atau proses lanjutan baik dalam satu rangkaian langsung maupun
tidak langsung.
- Perjanjian tertutup: Pelaku usaha dilarang
membuat perjanjian dengan pelaku usaha lain yang memuat persyaratan bahwa
pihak yang menerima barang dan atau jasa hanya akan memasok atau tidak
memasok kembali barang dan atau jasa tersebut kepada pihak tertentu dan
atau pada tempat tertentu
- Perjanjian dengan pihak luar negeri: Pelaku usaha
dilarang membuat perjanjian dengan pihak luar negeri yang memuat ketentuan
yang dapat mengakibatkan terjadinya praktik monopoli dan atau persaingan
usaha tidak sehat.
5. Hal-Hal yang
Dikecualikan dalam UU Anti Monopoli
Di dalam
Undang-Undang Anti Monopoli Nomor 5 Tahun 1999,terdapat hal-hal yang
dikecualikan,yaitu
- Pasal 50
- perbuatan dan atau perjanjian yang bertujuan
melaksanakan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
- perjanjian yang berkaitan dengan hak atas
kekayaan intelektual seperti lisensi, paten, merek dagang, hak cipta,
desain produk industri, rangkaian elektronik terpadu, dan rahasia dagang,
serta perjanjian yang berkaitan dengan waralaba;
- perjanjian penetapan standar teknis produk barang
dan atau jasa yang tidak mengekang dan atau menghalangi persaingan;
- perjanjian dalam rangka keagenan yang isinya
tidak memuat ketentuan untuk memasok kembali barang dan atau jasa dengan
harga yang lebih rendah daripada harga yang telah diperjanjikan;
- perjanjian kerja sama penelitian untuk
peningkatan atau perbaikan standar hidup masyarakat luas;
- perjanjian internasional yang telah diratifikasi
oleh Pemerintah Republik Indonesia;
- perjanjian dan atau perbuatan yang bertujuan
untuk ekspor yang tidak mengganggu kebutuhan dan atau pasokan pasar dalam
negeri;
- pelaku usaha yang tergolong dalam usaha kecil;
- kegiatan usaha koperasi yang secara khusus
bertujuan untuk melayani anggotanya.
- Pasal 51
Monopoli dan atau pemusatan kegiatan yang berkaitan
dengan produksi dan atau pemasaran barang dan atau jasa yang menguasai hajat
hidup orang banyak serta cabang-cabang produksi yang penting bagi negara diatur
dengan undang-undang dan diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara dan atau
badan atau lembaga yang dibentuk atau ditunjuk oleh Pemerintah.
6. Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
Komisi
Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) adalah sebuah lembaga independen di Indonesia
yang dibentuk untuk memenuhi amanat Undang-Undang no. 5 tahun 1999 tentang
larangan praktek monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.
KPPU
menjalankan tugas untuk mengawasi tiga hal pada UU tersebut
- Perjanjian yang dilarang, yaitu melakukan
perjanjian dengan pihak lain untuk secara bersama-sama mengontrol produksi
dan/atau pemasaran barang dan/atau jasa yang dapat menyebabkan praktek
monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat seperti perjanjian
penetapan harga, diskriminasi harga, boikot, perjanjian tertutup,
oligopoli, predatory pricing, pembagian wilayah, kartel, trust
(persekutuan), dan perjanjian dengan pihak luar negeri yang dapat
menyebabkan persaingan usaha tidak sehat.
- Kegiatan yang dilarang, yaitu melakukan kontrol
produksi dan/atau pemasaran melalui pengaturan pasokan, pengaturan pasar
yang dapat menyebabkan praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak
sehat.
- Posisi dominan, pelaku usaha yang menyalahgunakan
posisi dominan yang dimilikinya untuk membatasi pasar, menghalangi hak-hak
konsumen, atau menghambat bisnis pelaku usaha lain.
Dalam
pembuktian, KPPU menggunakan unsur pembuktian per se illegal, yaitu sekedar
membuktikan ada tidaknya perbuatan, dan pembuktian rule of reason, yang selain
mempertanyakan eksistensi perbuatan juga melihat dampak yang ditimbulkan.
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
Keberadaan KPPU diharapkan menjamin hal-hal berikut di masyarakat
- Konsumen tidak lagi menjadi korban posisi
produsen sebagai price taker
- Keragaman produk dan harga dapat memudahkan
konsumen menentukan pilihan
- Efisiensi alokasi sumber daya alam
- Konsumen tidak lagi diperdaya dengan harga tinggi
tetapi kualitas seadanya, yang lazim ditemui pada pasar monopoli
- Kebutuhan konsumen dapat dipenuhi karena produsen
telah meningkatkan kualitas dan layanannya
- Menjadikan harga barang dan jasa ideal, secara
kualitas maupun biaya produksi
- Membuka pasar sehingga kesempatan bagi pelaku
usaha menjadi lebih banyak
- Menciptakan inovasi dalam perusahaan
7. Sanksi
Pasal 36 UU
Anti Monopoli, salah satu wewenang KPPU adalah melakukan penelitian,
penyelidikan dan menyimpulkan hasil penyelidikan mengenai ada tidaknya praktik
monopoli dan atau persaingan usaha tidak sehat. Masih di pasal yang sama, KPPU
juga berwenang menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang
melanggar UU Anti Monopoli. Apa saja yang termasuk dalam sanksi administratif
diatur dalam Pasal 47 Ayat (2) UU Anti Monopoli. Meski KPPU hanya diberikan
kewenangan menjatuhkan sanksi administratif,UU Anti Monopoli juga mengatur
mengenai sanksi pidana. Pasal 48 menyebutkan mengenai pidana pokok. Sementara
pidana tambahan dijelaskan dalam Pasal 49.
- Pasal 48
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 4, Pasal 9
sampai dengan Pasal 14, Pasal 16 sampai dengan Pasal 19, Pasal 25, Pasal 27,
dan Pasal 28 diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp25.000.000.000
(dua puluh lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp100.000.000.000
(seratus miliar rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda
selama-lamanya 6 (enam) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 5 sampai
dengan Pasal 8, Pasal 15, Pasal 20 sampai dengan Pasal 24, dan Pasal 26
Undang-Undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp5.000.000.000
( lima miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp25.000.000.000 (dua puluh
lima miliar rupialh), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya
5 (lima) bulan.
- Pelanggaran terhadap ketentuan Pasal 41
Undang-undang ini diancam pidana denda serendah-rendahnya Rp1.000.000.000
(satu miliar rupiah) dan setinggi-tingginya Rp5.000.000.000 (lima miliar
rupiah), atau pidana kurungan pengganti denda selama-lamanya 3 (tiga)
bulan.
- Pasal 49
Dengan
menunjuk ketentuan Pasal 10 Kitab Undang-undang Hukum Pidana, terhadap pidana
sebagaimana diatur dalam Pasal 48 dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa
- pencabutan izin usaha; atau
- larangan kepada pelaku usaha yang telah terbukti
melakukan pelanggaran terhadap undang-undang ini untuk menduduki jabatan
direksi atau komisaris sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun dan
selama-lamanya 5 (lima) tahun; atau
- penghentian kegiatan atau tindakan tertentu yang
menyebabkan timbulnva kerugian pada pihak lain.
Aturan ketentuan pidana di dalam UU Anti Monopoli
menjadi aneh lantaran tidak menyebutkan secara tegas siapa yang berwenang
melakukan penyelidikan atau penyidikan dalam konteks pidana.
BAB III
PENUTUP
Persaingan
Usaha Tidak Sehat adalah persaingan antar pelaku usaha dalam menjalankan
kegiatan produksi dan atau pemasaran barang atau jasa yang dilakukan dengan
cara tidak jujur atau melawan hukum atau menghambat persaingan usaha.
Menurut UU
no.5 Tahun 1999 tentang Praktek monopoli adalah pemusatan kekuatan ekonomi oleh
satu atau lebih pelaku usaha yang mengakibatkan dikuasainya produksi dan atau
pemasaran atas barang dan atau jasa tertentu sehingga menimbulkan persaingan
usaha tidak sehat dan dapat merugikan kepentingan umum.
Undang-Undang
Anti Monopoli No 5 Tahun 1999 memberi arti kepada monopolis sebagai suatu
penguasaan atas produksi dan atau pemasaran barang dan atau atas penggunaan
jasa tertentu oleh satu pelaku usaha atau kelompok pelaku usaha (pasal 1 ayat
(1) Undang-undang Anti Monopoli )
DAFTAR
PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar